About

2NE1 - I Am the Best

Powered by mp3skull.com
Asih Nurhidayati

Pages

Kamis, 30 Mei 2013

Tafsir ayat ekonomi tentang Jual beli, bagi hasil dan asuransi

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an. kemampuan tertentu guna menghasilkan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi Qur’an pada dasarnya mempunyai peluang  yang  sama dengan pengembangan ilmu-ilmu lain dalam tradisi keilmuan Islam. Sayang, sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu ekonomi Qur’an belum berkembang pesat. Padahal kebutuhan terhadap ilmu ini dirasakan sudah mendesak, sehubungan kegagalan ilmu ekonomi modern dalam merealisasikan pembangunan dan kemaslahatan masyarakat.
Kesibukan dalam mencari kebutuhan hidup di dunia kadangkala membuat manusia menjadi lengah dan terlena. Sehingga membuat transaksi jual beli, bagi hasil dan asuransi dalam ekonomi tidak berjalan dengan semestinya. Mereka hanya mementingkan keuntungan pribadi daripada kemaslahatan umat. Dalam prakteknya proses transaksi jual-beli, bagi hasil dan asuransi menyimpang dari syariat Islam.
Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, kami akan sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni :Ayat dan artinya, Mufrodat ayat, Asbabul Nuzul, Tafsir pendapat para ulama’ Tafsir, Kandungan Ayat, Munasabah  Ayat dan  Kesimpulan. Inilah yang nantinya kami akan menguraikan satu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat tentang jual beli, bagi hasil dan asuransi.



B.    Rumusan Masalah
1.    Apa saja ayat-ayat yang terkait pada jual beli, bagi hasil dan asuransi?
2.    Bagaimana asbabun nuzul dari ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi?
3.    Bagaiman tafsir mufradad dari ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi?
4.    Apa kandungan ayat dari ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi?
5.    Bagaimana munasabah antar ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi?

C.    Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan diantaranya yaitu:
1.    Mengetahui ayat-ayat yang terkait pada jual beli, bagi hasil dan asuransi.
2.    Mengetahui asbabun nuzul dari ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi.
3.    Mengetahui tafsir mufradad dari ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi.
4.    Mengetahui kandungan ayat pada ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi.
5.    Mengetahui munasabah ayat-ayat pada jual beli, bagi hasil dan asuransi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ayat-ayat yang Terkait

1.    Surat Al-Baqarah ayat 275
                      •                       •     
275.  Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

a)    Tafsir Mufradat
Menurut teungku Muhammad hasbi ash-Shiddieqy, يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا “mengambil” artinya untuk menegaskan bahwa apa yang sudah dimakan tidak bisa dikembalikan, demikian pula hanya dengan riba, apa yang sudah diambil tidak bisa dikembalikan.
“Berdiri” yang dimaksud adalah gerak-gerik, sikap, dan perilaku, yang diperlihatkan oleh para pemaan riba. Tetapi jumhur ulama berpendapat, yang dimaksud kata “berdiri” dala ayat ini adalah berdiri dari kubur (makan) pada hari kebangkitan (akhir) kelak.

b)    Asbabun Nuzul

c)    Kandungan Ayat
Allah menegaskan bahwa telah dihalalkan jual-beli dan diharamkan riba. Orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Riba yang dahulu telah dimakan sebelum turunya firman Allah ini, apabila pelakunya bertobat, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya dan dimaafkan oleh Allah. Sedangkan bagi siapa saja yang kembali lagi kepada riba setelah menerima larangan dari Allah, maka mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.

2.    Surat An-Nisa’ ayat 29
                    •     
29.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
a)    Tafsir Mufradat
ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَﻜُﻢْ  “Jangan kamu memakan harta-harta kamu.”
Yang dimaksud ‘makan’ di sini adalah segala bentuk tindakan, baik mengambil atau menguasai. Harta-harta kamu, meliputi seluruh jenis harta, semuanya termasuk kecuali bila ada dalil syar’i yang menunjukkan kebolehannya.
Kata amwalakum yang dimaksud adalah harta yang beredar dalam masyarakat. Amwalakum (harta kamu) adalah baik yang ditanganmu sendiri maupun yang ditangan orang lain. Lalu harta kamu itu , dengan takdir dan karunia Allah SWT ada yang diserahkan ketanganmu dan ada pula yang diserahkan ketangan kawanmu yang lain. Oleh karena itu betapapun kayanya seseorang janganlah sekali-kali ia lupa bahwa pada hakikatnya kekayaan itu adalah kepunyaan bersama juga.

ﺒِﺎ ﻠْﺒَﺎﻄِﻞِ  “Dengan cara yang batil.”
Yaitu segala perkara yang diharamkan Allah SWT atau tidak ada haknya. Bathil yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati. Dalam konteks ini Nabi SAW bersabda, “kaum muslimin sesuai dengan (harus menepati) syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”.

Menurut Hasbi, kata  yaitu jalan yang batil, menuurt syara’ adalah: mengambil harta orang atau pihak lain dengan cara yang tidak diridhai (disetujui) oleh pemiliknya, atau membelanjakan (menggunakan) harta bukan pada tempatnya. Termasuk ke dalam jalam batil adalah: berbuat curang, menipu, riba, korupsi, berlaku nros (tidak efisien, membengkakkan dana proyek, dsb), dan membelanjakan harta pada jalan-jalan yang haram.

ﺘِﺠَﺎﺮَﺓﻋَﻦْ ﺘَﺮَﺍﺾٍ ﻤِّﻧْﻜﻢ  “Perniagaan/perdagangan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu”
Dengan jalan niaga ini beredarlah harta kamu,pindah dari satu tangan ke tangan lain dalam garis yang teratur, dan pokok utamanya adalah ridha, suka sama suka dalam garis yang halal.

ﻮَﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ  “Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri”
Yakni dengan  mengerjakan hal-hal yang diharamkan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan harta orang lain secara batil. Di antara harta dan jiwa itu tidaklah bercerai berai. Orang mencari harta untuk melanjutkan hidup, maka selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat kemakmuran jiwa.

b)    Asbabun Nuzul
c)    Kandungan Ayat
Ayat ini dengan tegas melarang orang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta sendiri dengan jalan bathil adalah membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain dengan cara bathil ada berbagai caranya, seperti pendapat Suddi, memakannya dengan jalan riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual beli yang dilarang syara’.
Kata perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda termasuklah itu dalam bidang niaga.
Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak). Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan persetujuan dan suka sama suka.

3.    Surat Shaad ayat 24
        •              •      •       
24.  Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.





a)    Tafsir Mufradat
Menurut tafsir Jalalain
 : dengan maksud untuk menggabungkannya.

 : yakni orang-orang yang terlibat dalam satu perserikatan

b)    Asbabun Nuzul
c)    Kandungan Ayat
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwasannya dalam melakukan perserikatan atau kerjasama, sebaiknya jangan sampai menimbulkan kezaliman bagi yang lain yakni dengan meminta tambahan dari keuntungan yang diperoleh. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa sangat sedikit umat Muslim yang tidak berbuat zalim dalam kerjasama/ perserikatan dengan rekannya, mereka itulah yang dikatagorikan sebagai orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.

4.    Surat Al-Hasyr ayat 18
       •    •   •     
18.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

a)    Tafsir Mufradat
Menurut Quraish Shihab , kata tuqaddimu artinya dikedepankan digunakan dalam arti amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat dimasa datang. Ini seperti hal-hal yang dilakukan terlebih dahulu guna menyambut tamu kedatangannya.
Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok, dipahami oleh Thabathaba’i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang telah menyelesaikakn pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan dan barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntut melakukan hal itu. Kalau baik dia dapat mengharap ganjaran, dan kalau amalnya buruk dia hendaknya segera bertaubat. Atas dasar ini pula, ulama beraliran Syi’ah itu berpendapat bahwa perintah takwa yang kedua dimaksudkan untuk perbaikan dan penyempurnaan amal-amal yang telah dilakukan atas dasar perintah takwa yang pertama.
Kata  yaitu diri yang berbentuk tunggal – dari satu sisi untuk mengisyaratkan bahwa tidaklah cukup penilaian sebagian atas sebagian yang lain, tetapi masing-masing harus melakukannya sendiri-sendiri atas dirinya, dan sisi lain ia mengisyaratkan bahwa dalam kenyataan otokritik ini sangatlah jarang dilakukan.

Menurut Al- Maraghi, Ma qaddamat (apa yang telah dilakukannya)
Ghat (hari kiamat) artinya karena dekatnya sebab segala yang akan datang (terjadi) adalah dekat sebagaimana dikatakan “sesungguhnya besok hari itu bagi orang yang menantinya adalah dekat”.
Nasu ‘i-lah (mereka melupakan hak Allah) artinya karena mereka meninggalkan perintah-perintah-Nya dan tidak berhenti dari larangan-larangannya.
Fa ansahum anfusahum, Allah menjadikan mereka melupakn nasib mereka, sehingga mereka tidak mengerjakan untuk diri mereka itu kebaikan yang akan bermanfaat baginya .

b)    Asbabun Nuzul
c)    Kandungan Ayat
Pesan-pesan yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut adalah keterbatasan waktu yang kita miliki. Benar, waktu yang kita miliki tidaklah panjang, begitupun dengan masa hidup kita. Lantas bagaimana kemudian kita menggunakannya dengan baik dan benar? Adalah dengan beramal shalih. Jikalau tidak? Maka pastilah kita akan merugi. Inna l-insaana lafii khusrin. Sungguh seluruh manusia berada dalam kerugian. Seperti yang sudah termaktub dalam surat Al-‘Ashr.

Dalam hal ini, Allah memberikan pengecualian kepada orang-orang dengan kriteria tertentu : 1) beriman 2) beramal shaleh 3) saling menasehati dalam kebenaran 4) saling menasehati dalam kesabaran). Hal-hal itulah yang harus mendapatkan perhatian utama dalam hidup. Karena, banyak orang yang pada akhirnya lupa pada Allah karena terlena dengan gelimang dunia. Insha Allah, hal tersebut akan kita bahas pada tulisan selanjutnya. Kedua hal ini sangat dekat hubungannya, antara waktu dan pemanfaatannya, tujuan hidup kita, dan rintangan-rintangan dalam hidup.


B.    Munasabah
Surat Al-Baqarah ayat 275, memberikan penjelasan bahwasanya Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dalam hal ini, sangatlah jelas aturan yang diberikan oleh Allah mengenai hukum memakan harta milik orang lain dan balasan yang kelak diterima bagi orang-orang yang memakan hasil keuntungan yang diperoleh dari riba.
Selanjutnya Surat An-Nisa’ ayat 29, menjelaskan tentang haram hukumnya bagi seorang Muslim memakan harta sesama umat Muslim secara bathil, dan itu berlaku untuk semua jenis harta. Dalam ayat ini juga di tegaskan bahwasanya harta itu bukanlah hanya milik pribadi melainkan juga ada milik orang lain. Oleh karena itu sebagai umat Muslim hendaknya dalam mejalankan aktivitas perekonomian/perniagaan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syar’i dan selalu menerapkan prinsip ‘an taradhim (suka sama suka).
Sedangkan Surat Shaad ayat 24, memberikann penjelasan bahwasannya dalam melakukan perserikatan atau kerjasama, sebaiknya jangan sampai menimbulkan kezaliman bagi yang lain yakni dengan meminta tambahan dari keuntungan yang diperoleh. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa sangat sedikit umat Muslim yang tidak berbuat zalim dalam kerjasama/ perserikatan dengan rekannya, mereka itulah yang dikatagorikan sebagai orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.
Dan yang terakhir dalam Surat Al-Hasyr ayat 18, membahas tentang upaya  yang harus dipertimbangkan umat Muslim untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal ini yakni dalam melakukan kegiatan aktivitas ekonomi seperti perniagaan atau asuransi hendaknya setiap mengambil keputusan atau menentukan perilaku yang akan diperbuatkan harus benar-benar diperhitungkan. Karena semua yang hendak dilakukan tersebut akan mendatangkan manfaat bagi diri kita sendiri.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam surat Al-Baqarah ayat 275 Allah menegaskan bahwa telah dihalalkan jual-beli dan diharamkan riba. Orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Suran An-Nisa’ ayat 29 ini dengan tegas melarang orang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta sendiri dengan jalan bathil adalah membelanjakan hartanya pada jalan maksiat.
Dalam surat Shad ayat 24 ini Allah menjelaskan bahwasannya dalam melakukan perserikatan atau kerjasama, sebaiknya jangan sampai menimbulkan kezaliman bagi yang lain yakni dengan meminta tambahan dari keuntungan yang diperoleh.
Pesan-pesan yang terkandung dalam surat Al-Hasyr ayat 18 tersebut adalah keterbatasan waktu yang kita miliki. Usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalliy, Imam Jalaluddin.1990.Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru
Al-Maraghiy, Ahmad Mushtafa . 1989. Tafsir Al-maraghi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Quranul majid. Semarang: PT. Pustaka Riski Putra
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah, jakarta: Lentera Hati
http://andrianifaeyza.blogspot.com/2012/05/surat-nisa-ayat-29-tentang-jual-belu.html, di unduh pada 24 april 2013

0 komentar:

Posting Komentar