About

2NE1 - I Am the Best

Powered by mp3skull.com
Asih Nurhidayati

Pages

Jumat, 31 Mei 2013

Reog Ponorogo

Reog merupakan satu kesenian budaya yang dimiliki Indonesia yang berasal dari Jawa Timur bagian Barat Laut – lebih tepatnya Kota Ponorogo. Gerbang dari kota yang dianggap sebagai kota asal Reog ini saja dihiasi dua karakter yang selalu ikut tampil dalam pentas Reog, yaitu Warok dan Gemblak. Kesenian tradisional ini masih kental dengan mistik dan ilmu kebatinan.

Sejarah

Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

 Raja Kediri Cari Menantu
Alkisah, Raja Kerajaan Daha Kediri cari menantu untuk putrinya yang paling cantik, yaitu Dewi Sanggalangit, yang kecantikannya sudah terkenal ke seantero jagat. Kabar ini pun terdengar sampai ke telinga Prabu Klana Sewandana yang berkuasa atas Kerajaan Bantarangin, konon, terletak di timur Gunung Lawu sebelah barat Gunung Wilis, daerah Ponorogo saat ini. Sang Prabu terkenal berwajah tampan serta sakti ini segera memerintahkan Pujangganong, Patih kepercayaannya. Maka, pergilah Pujangganong ke Kerajaan Kediri.

Di hadapan Kerajaan Kediri, Pujangganong menyampaikan maksud kedatangannya. "Hamba utusan Prabu Klana Sewandana, Raja Kerajaan Bantarangin, yang dengan ini bermaksud meminang Dewi Sanggalangit," tukas Pujangganong kepada Raja Kediri.

"Perkara pernikahan putriku Sanggalangit, tidak berhak ditentukan atas titahku. Aku hanya merestui apa yang menjadi keinginannya. Silakan, kau tanyakan sendiri padanya langsung. Pengawal, suruh kemari Sanggalangit!"

Dewi Sanggalangit pun datang. Ia tampak sedikit terkejut dengan kedatangan Pujangganong. Menurut tebakannya, Pujangganong hendak melamarnya sebagai buah promosi ayahnya mencari pendamping. Tanpa ditanya ulang, Dewi Sanggalangit mengajukan tiga syarat. Pertama, calon pengantin pria diharuskan berjalan melalui terowongan bawah tanah. Kedua, calon pengantin pria diharuskan menyuguhkan kesenian yang belum pernah dipentaskan di mana-mana. Ketiga, calon pengantin pria diharuskan membawa hewan berkepala dua, apapun itu.

Tanpa komplain soal syarat yang diajukan, Pujangganong langsung menyanggupi ketiga syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit. Ia pun pulang ke Kerajaan Bantarangin untuk melapor kepada Prabu Klana Sewandana. Setelah menerima laporan dari patihnya, Sang Prabu pun tidak juga komplain. Ia langsung menyetujui syarat itu. Dan ia melakukan persiapan-persiapan untuk melamar Dewi Sanggalangit.

Singobarong Tidak Ingin Ketinggalan Melamar Dewi Sanggalangit
Kecantikan Dewi Sanggalangit sudah terkenal ke seantero Nusantara. Ketika Raja Kediri mengumumkan mencari menantu untuk putrinya, bukan hanya Prabu Klana Sewandana saja yang hendak melamar.

Dikisahkan bahwa Raja Kerajaan Lodaya bernama Singobarong juga memiliki niat yang sama. Tapi, ia telat, karena Dewi Sanggalangit sudah keburu hendak dilamar Prabu Klana Sewandana. Untuk itu, sewaktu hari lamaran tiba, Singobarong mencoba menggagalkannya.

Bersama pasukannya, Singobarong mencegat rombongan Prabu Klana Sewandana di jalan. Terjadilah pertempuran sengit. Berbekal ilmu kanuragan mengubah bentuk, Singobarong mengubah dirinya menjadi seekor harimau. Raungan dan terkaman dari harimau jadi-jadian itu sangatlah mengerikan. Namun, kemenangan tidaklah ditentukan dari seberapa kuat kesaktian yang dimiliki oleh petarung, strategi serta taktik juga diperlukan. Prabu Klana tidak cuma pandai bersilat. Namun, juga pandai bertaktik.

Sang Prabu rupa-rupanya mengetahui kelemahan Singobarong saat menjadi harimau adalah kutu-kutu di kepalanya. Dikeluarkanlah, seekor burung merak kesayangan miliknya untuk memakan kutu-kutu di kepalanya. Akibatnya, Singobarong tidak bisa berkonsentrasi saat bertarung, dan malah menikmati patokan-patokan si burung merak di kepalanya. Sang Prabu tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ia mengeluarkan Pecut Samandiman - pecut sakti warisan gurunya - ke arah Singobarang.

"Makanlah pecutku ini, Singobarong. Jadilah kau binatang berkepala dua!" serang Prabu Klana Sewandana seraya memekik.

Seketika, Singobarong melemas. Seluruh kekuatan serta kesaktiannya raib. Ia pun tidak mampu kembali ke wujud manusia. Burung merak yang ada di kepalanya pun tidak bisa terlepas. Dan malah menjadi peliharaan Prabu Klana Sewandana.

Rombongan Prabu Klana Sewandana meneruskan perjalanan menuju Kerajaan Kediri.

Pagelaran Binatang Berkepala Dua, yang Disebut Reog
Sesampainya di Kerajaan Kediri, Prabu Klana Sewandana berserta rombongan segera menggelar pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu pertunjukan hewan berkepala dua yang kemudian disebut Reog.

Seselesainya pertunjukan Prabu Klana Sewandana segera menghadap Sang Raja.

"Baginda Raja, hamba telah melakukan semua syarat yang diminta Dewi Sanggalangit, yang  Karena itu, bolehkah hamba meneruskan permintaan Patih Pujangganong

"Oh, mengenai perkara itu, saya menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada putriku saja. Karena, ia yang kelak menjalaninya," sahut Dewi Sanggalangit.

Dewi Sanggalangit yang mendapat operan tersebut bingung. "Maaf, Tuan, sebenarnya siapa gerangan yang hendak melamar hamba, Tuan ataukah Pujangganong?"

"Saya-lah yang melamar anda. Beberapa waktu lalu saya telah mengutus Pujangganong untuk melamarkan anda untuk saya," jawab Prabu Klana Sewandana. Mendengar hal tersebut, pipi Dewi Sanggalangit bersemu kemerah-merahan.

Dan begitulah, Prabu Klana Sewandana dan Dewi Sanggalangit akhirnya menikah. Setelah pernikahan, Sang Prabu kemudian memboyong Dewi Sanggalangit ke Kerajaan Bantarangin. Di kerajaan ini, kesenian Reog makin kerap dipentaskan. Setelah Kerajaan Bantarangin berubah menjadi daerah bernama Ponorogo, Reog dikenal dengan sebutan Reog Ponorogo dan terkenal sampai ke seluruh penjuru dunia.

Jathil

Jathilan (depan)

Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.[4]
Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.[5]
]Warok

Warok Ponorogo

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Warok
"Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).[6]
Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.[4]

BARONGAN (DADAK MERAK)

Barongan (Dadak merak)
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dadak merak
Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih).Krakap terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reog. [4] Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.


Prabu Klono Sewandono

Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya. Kegagahan sang Raja di gambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa, dalam suatu kisah Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya ciptanya untuk menuruti permintaan Putri (kekasihnya). Karena sang Raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinyapun kadang menggambarkan seorang yang sedang kasmaran.
Bujang Ganong (Ganongan)

Bujang Ganong (Ganongan)

Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.

KONTRAVERSI


Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongantetapi memiliki unsur Islam. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan diakui sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo.Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut
Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut .


0 komentar:

Posting Komentar