PEMBAHASAN
Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam
Pemikiran ekonomi Islam berusia
setua Islam itu sendiri. Sepanjang 14 abad sejarah Islam menemukan studi yang
berkelanjutan tentang isu ekonomi dalam pandangan syariah. Dibutuhkan
sekelompok sarjana untuk melakukan studi komprehensif tentang sejarah pemikiran
ekonomi Islam dengan cara mengkaji materi-materi.
Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, pemikiran ekonomi
Islam adalah respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi
pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu
oleh ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman
empiris mereka. Pemikiran adalah sebuah proses kemanusiaan,
namun ajaran Al-quran dan sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek
kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-quran dan sunnah
tentang ekonomi tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam
sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-Quran dan Sunnah tentang
ekonomi. Obyek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi
Islam yang terjadi dalam praktek historis.
Ruang lingkup studi ini sangat
terbatas. Studi ini menyurvai pemikiran ekonomi Islam secara langsung tetapi
hanya menyurvai tulisan-tulisan terkini yang ditulis dalam bahasa Arab, Inggris
dan Urdu tentang pemikiran ekonomi dari para pemikir Islam di masa lalu.
Beberapa usaha telah dilakukan akhir-akhir ini untuk mempelajari ilmu ekonomi
yang telah diajarkan oleh Qur’an dan Sunnah. Karena isi keduanya bersifat
ketuhanan, ekonomi Islam hanya berupa interpretasi manusia itu sendiri yang
dalam hal ini menampakkan ciri khas pemikiran ekonomi dalam Islam.
Pengajaran ekonomi di dalam Alquran
dan Sunnah bersifat abadi dan universal tetapi manusia mencoba
menginterpretasikan dan mengaplikasikannya sesuai dengan kepentingan pada waktu
dan tempat usaha-usaha tersebut dilakukan. Usaha penafsiran ini dalam pemikiran
ekonomi Islam, tetapi tetap menganggap pemikiran itu adalah tafsir dari
manusia, bukan dari Alquran dan Sunnah. Hal ini setidaknya menjelaskan mengapa
studi sejarah Pemikiran ekonomi Islam tidak diawali dengan mendiskusikan isi
Quran dan hadis tetapi berangkat dari pandangan-pandangan yang mengekspresikan
isu-isu ekonomi oleh para sahabat Nabi dan generasi yang mengikuti mereka, yang
merupakan ahli-ahli fiqh termashyur.
Apresiasi para sejarawan dan ahli
ekonomi terhadap kemajuan kajian ekonomi Islam sangat kurang dan bahkan
terkesan mengabaikan jasa-jasa ilmuwan muslim. Hal itu terlihat pada buku-buku
sejarah pemikiran ekonomi yang ditulis baik oleh penulis Barat maupun penulis
Indonesia. Buku Perkembangan Pemikiran Ekonomi tulisan Deliarnov
misalnya, sama sekali tidak memasukkan pemikiran para ekonom muslim di abad
pertengahan, padahal sangat banyak ilmuwan muslim klasik yang memiliki
pemikiran ekonomi yang amat maju melampaui ilmuwan-ilmuwan Barat, sebagaimana
yang akan terlihat nanti pada uraian mendatang. Demikian pula buku sejarah
Ekonomi tulisan Schumpeter History of Economics Analysis, dan Sejarah Pemikiran
Ekonomi (terjemahan), tulisan penulis Belanda Zimmerman, sama sekali tidak
memasukkan pemikiran ekonomi para pemikir ekonomi Islam. Dengan demikian sangat
tepat jika dikatakan bahwa buku-buku sejarah pemikiran ekonomi (konvensional)
yang banyak ditulis itu sesungguhnya adalah sejarah ekonomi Eropa,
karena hanya menjelaskan tentang pemikiran ekonomi para ilmuwan Eropa.
Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis
dan mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga secara
empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis, seperti buku Ibnu Khaldun
(1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi .
Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang khusus membahas bagian
tertentu dari ekonomi Islam seperti, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf (w.182 H/798
M), Kitab Al-Kharaj karangan Yahya bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj
karangan Ahmad bin Hanbal (w.221 M), Kitab Al-Amwal karangan Abu ’Ubaid (
w.224 H ), Al-Iktisab fi al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany (w.234
H).
Masih banyak lagi buku-buku lainnya, baik yang secara khusus berbicara
tentang ekonomi ataupun buku-buku fikih yang hanya membahas masalah-masalah
hukum ekonomi. Buku-buku tersebut sarat dengan kajian ekonomi seperti kebijakan
moneter, fiskal (zakat dan pakak), division of labour, fungsi uang, mekanisme
pasar, monopoli, perburuhan, pengaturan usaha individu dan perserikatan,
lembaga keuangan (baitul mal), syairafah (semacam Bank Devisa Islam). Mereka
juga ada yang membahas kajian ekonomi murni, ekonomi sosial, ekonomi
politik, Spengler mengungkapkan kajian-kajian mereka sebagaimana
yang ditulis Abbas Mirakhor.
Pemikiran Ekonomi Islam
diawali sejak Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rosul. Rosululoh SAW
mengeluarkan sejumlah kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan
dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqih), politik (siyasah),
juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi
umat menjadi perhatian Rosululloh SAW, karena masalah ekonomi merupakan pilar
penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Selanjutnya, kebijakan-kebijakan
Rosululloh SAW menjadikan pedoman oleh para Khalifah sebagai penggantinya dalam
memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Qur’an dan Al-Hadist digunakan sebagai
dasar teori ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya
dalam menata kehidupan ekonomi negara.
Banyak
aktivitas pengaturan ekonomi yang dilakukan selama masa kepemimpinan Khulafaur
Rasyidin dan Dinasti Umayyah yang berhubungan dengan subyek seperti
administrasi tanah kharaj, pengumpulan dan pembayaran zakat serta cara para
penguasa dan penasehat menggunakan baitul maal dalam menangani permasalahan
ekonomi.
Perkembangan
Ekonomi Islam
Perkembangan
Ekonomi Islam di bagi menjadi 4 periode:
1. Periode pertama/pondasi (masa awal Islam 450
H/ 1058 M)
Periode
ini terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun belum
dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih
bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah, segala
dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan pada
masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan masanya.
Lembaga keuangan seperti bank dan perusahaan besar (PT) tentunya belum
ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada,
yaitu Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun telah dipraktekkan dalam skala kecil
dalam bentuk musyawarah.
Banyak
sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para
tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran yang akurat. Seperti Zayid
bin Ali, Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Syaibani, Abu Ubaid, Al-Kindi, Junayd
Bagdadi, Ibnu Miskwayh.
2.
Periode Kedua (450 – 850 H/ 1058 – 1446 M)
Pemikiran
ekonomi pada masa ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi
moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun
secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf
kemakmuran. Terdapat pemikiran-pemikiran besar yang karyanya banyak dijadikan
rujukan hingga kini, misalnya Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun,
Al-Maghrizi, Abu Ishaq Al-Syatibi, Abdul Qadir Jaelani, Ibnul Qayyim.
3.
Periode Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)
Dalam
periode ketiga ini kejayaan pemikiran dan juga dalam bidang lainnya, dari umat
Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Setelah terjadi beberapa
perkembangan dalam kegiatan ekonomi, para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah
bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan.
Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba,
penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya.
Namun kaidah-kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang
tercecer dalam buku-buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi
Islam.
Namun
demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus
tahun terakhir, seperti Shah Waliullah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin
al-Afghani, Muhammad Abduh, Ibnu nujaym.
4.
Periode Kontemporer (1930-sekarang)
Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali
intelektualitas di dunia Islam, Kemerdekaan Negara-negara muslim dari
kolonialisme barat turut mendorong semangat para sarjana muslim dalam
mengembangkan pemikirannya. Zarqa mengklasifikasikan kontributor pemikiran
ekonomi berasal dari ahli syariah Islam, ahli ekonomi konvensional dan ahli
syariah Islam sekaligus ekonomi konvensional.
Ekonomi Islam dalam tiga darsawarsa ini mengalami
kemajuan yang pesat, baik dalam kajian
akademis di perguruan tinggi maupun dalam praktek operasional. Dalam
bentuk pengajaran, ekonomi Islam telah dikembangkan di beberapa universiti baik
di negara-negara muslim, maupun di negara-negara barat seperti USA, Inggris,
Australia dan lain-lain. Dalam bentuk praktek, ekonomi Islam telah berkembang
dalam bentuk lembaga perbankan dan juga lembaga-lembaga Islam non bank lainnya.
Sampai saat ini, lembaga perbankan dan lembaga keuangan Islam lainnya telah
menyebar ke 75 negara termasuk ke negara barat.
Muktamar Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di
Makkah pada tanggal 21-26 Februari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di
London pada bulan Juli 1977. Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam,
baik dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita
temukan di toko-toko buku. Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini
membuahkan berdirinya bank-bank Islam, baik dalam skala nasional maupun
internasional.
Dalam skala internasional misalnya telah berdiri
Islamic Development Bank (IDB/Bank Pembangunan Islam) yang kantornya
berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen establishing the islamic
Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2 disebutkan bahwa salah
satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah melaksanakan penelitian
untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di negara-negara muslim dapat
sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan bantuan teknis, baik dalam
bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar ekonomi dan perbankan Islam
di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan untuk tenaga perbankan yang
belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang ditempatkan di bank Islam
yang baru berdiri.
Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah
laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions
tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri
(sebelum Bank Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh dunia, termasuk di Eropa.
Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah,
berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan
usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara lain dalam dekade ini,
seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.
Di Indonesia, perkembangan ekonomi Islam juga telah
mengalami kemajuan yang pesat. Pembelajaran tentang ekonomi Islam di ajarkan di
beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam
telah memulai mendapatkan momentum sejak didirikannya Bank Muamalat pada tahun
1992. Berbagai Undang-Undang yang mendukung tentang sistem ekonomi tersebut
mulai dibuat, seperti UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang
telah di ubah dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dan Undang-Undang No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang dalam pasal 10, menyatakan bahwa BI
dapat menerapkan policy keuangan berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan
semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara Islami,
ekonomi Islam mendapat tantangan yang sangat besar pula. Setidaknya ada tiga tantangan yang dihadapi
yaitu
1. Ujian
atas kredibel sistem ekonomi dan keuangannya.
2. Bagaimana
sistem ekonomi Islam dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup
dan kesejahteraan seluruh umat, dapat menghapus pengangguran dan kemiskinan di
Indonesia ini yang semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri
yang masih terpuruk dan masih bernilai rendah dibandingkan dengan negara lain.
3. Mengenai
perangkat peraturan, hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional maupun dalam
skala intrnasional.
Untuk
menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang tersebut yaitu organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia).
Pendirian organisasi ini dimaksudkan untuk membangun jaringan kerja sama dalam
mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia baik secara akademis maupun secara
praktek.
Tokoh-Tokoh
Pemikir Ekonomi Islam
1. Zaid
bin Ali (80-120/699-738)
Cucu
Imam Husain ini adalah salah satu ahli fiqh yang paling terkenal di Madinah,
tempat ahli fiqh terkemuka seperti Abu Hanifa mendapat penghargaan tinggi. Salah satu
ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan
suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.
Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayarannya lebih tinggi
dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan
pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah
riba.
Prinsipnya
jenis transakai barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama
suka diperbolehkan. Sebagaiman firman Alloh dalam surat An-Nisaa’( 4) ayat 29 :”
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu “.
Dalam
kegiatan perniagaan yang didasarkan pada penjualan kredit, perlu diperhatikan
bahwa para pedagang mendapatkan untung darinya, pendapatan seperti itu adalah
bagian dari perniagaan bukan riba.
2.
Abu Hanifa (80-150 H /699 –767 M)
Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam yaitu suatu bentuk transaksi dimana
antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar
secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur
kontrak tersebut yang cenderung mengarah pada perselisihan antara yang memesan
barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang.
Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti
jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan
persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan
pengiriman.
Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan
perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan
syariah dalam hubungan dengan jual beli.
Abu Hanifah sangat memperhatikan pada orang-orang lemah. Beliau tidak
memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik
tanah dalam kasus tanah tidak menghasilkan apapun. Hal ini untuk melindungi
para penggarap yang umumnya orang lemah.
Beberapa karya yang dihasilkan antara lain : Al-Makharif fi Al-Fiqh,
Al-Musnad, sebuah kitab hadist yang dikumpulkan oleh para muridnya dan Al-Fiqh
Al-Akbar.
3.
Abu Yusuf (113 – 182H/731 – 798M)
Abu Yusuf
terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling
terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan
khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau
pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat
digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.
Menurut Abu
Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan
memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen
dan konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi
sepihak yang tidak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka
pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga
sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
Selain
Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sengaja ditulis untuk Yahya bin
Khalid, selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah ( data-data fatwa hukum
yang disepakati Imam Hanafiah bersama murid-muridnya ).
4.
Al-Ghazali (450 – 505H/ 1058 –1111M)
Al-Ghazali
lahir 1058M di kota kecil Khorasan bernama Toos, membicarakan semuanya itu
dengan cara-cara yang logis dan modern, yang analisisnya masih up to date untuk zaman sekarang. Bahkan
dia membicarakannya dalam bukunya IhyauUulum
Ad-Diin, yang menjadi pegangan bagi ahli-ahli tasawuf. Bagi Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”, secara rinci beliau juga
menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Al-Ghazali
juga mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan
dasar (darruriyah), kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah
(takhsiniyyat). Teori hierarki kebutuhan ini kemudian “diambil” oleh William
Nassau Senior yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan
dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Beliau
juga menyatakan tentang tujuan utama dan penerapan syariah adalah masalah
religi atau agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang
bersangkutan dengan masalah ekonomi.
Unsur utama
yang dikemukakan Al-Ghazali ialah perlu adanya materi bagi hidup manusia di
dunia ini. kemudian disusul unsur yang kedua, yaitu masing-masing orang
memiliki bagian dari segala materi itu. lalu unsur yang terakhir yang lebih
penting, ialah manusia harus sibuk mengadakan pembangunan. Ketiganya tidak
boleh dipisahkan, harus saling mengisi, dan saling berhubungan.
Beliau juga
memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (ditulis dalam kitab Ihya’
Ulum Din). Menurut beliau , manusia memerlukan uang sebagai alat perantara /
pertukaran (medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini kemudian
dijabarkan kembali oleh Ibnu Taimiyah dengan menambahkan 1 fungsi tambahan, yakni
bahwa uang juga berfungsi sebagai alat untuk menetukan nilai (measurement of
value ).
Menurut Imam
Ghazali bahwa tidak menjadi masalah penerapan mata uang bukan emas dan perak
dengan catatan selama pemerintah mampu menjaga stabilitas mata uang tersebut
sebagai alat pembayaran yang sah. Dalam salah satu tulisannya beliau
menyampaikan “Uang ibarat seperti cermin, tidak berwarna namun dapat
merefleksikan semua warna”.
Karya yang
ditulisnya antara lain yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi
Al-Masa’il Al-Ukhrawiyah, Ihya’ Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dan lain
sebagainya.
5.
Ibnu Khaldun (732 – 807H / 1332 – 1383M)
Ibnu Khaldun
mempunyai nama sebenarnya yakni Wali Al-Din Abd Al-Rahman bin Muhammad bin Abu
Bakar Muhammad bin Al-Hasan, lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732 H, berasal dari
keluarga Arab Hadramaut. Beliau banyak dipuji oleh Barat karena buah fikirannya
yang banyak berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi dunia ekonomi,
bahkan bisa dibilang beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia ( untuk lebih jelas baca
artikel : Ibn Khaldun Bapak Ekonomi ).
Sumbangan
terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya besarnya, Al-Muqadimmah.
Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi telah difikirkannya, seperti keadilan
(al-adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan
fairness. Ibnu Khaldun menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan
asas kekuatan sebuah ekonomi. Dalam karyanya tersebut, disebutkan mengenai
“rasa kebersamaan” yang akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk
menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama
dan pemerataan hasil pembangunan. Jika keadilan ini hilang, maka cenderung akan
menimbulkan ketidakpuasandiantara masyarakat, mengecilkan hati masyarakat, dan
berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat. Dan lebih jauh lagi, hal ini
tidak hanya mempengaruhi motivasi masyarakat dalam bekerja tapi juga akan
melemahkan efisiensi, sikap inovatif, kewirausahaan dan kualitas kebaikan yang
lain sehingga pada akhirnya menyebabkan disintegrasi dan kemunduran masyarakat.
Manusia dan Ekonomi
Teori
ekonomi dan pemikiran Ibnu Khaldun tentang manusia adalah berdasarkan pada
prinsip-prinsip dan falsafah Islam, tidak hanya melihat fungsi manusia dalam
aktifitas perekonomian sebagai hewan ekonomi (economic animal), sebaliknyanya
beliau mengungkapkan bahwa manusia yang sebenarnya adalah manusia Islam
(Islamic Man / homoislamicus) yang memerlukan Ilmu pengetahuan (sumber yang
didapatkan dari Allah SWT melalui pengamatan dan observasi) ekonomi untuk
memenuhi misinya di muka bumi.
Teori
Produksi
Ibnu Khaldun mengemukakan suatu teori bahwa kehidupan
ekonomi selalu mengarah pada pelaksanaan keseimbangan (equilibrium) antara
penawaran dan permintaan. Menurut beliau produksi berdasarkan pada faktor
tenaga kerja (buruh) dan kerjasama dari masyarakat. Beliau menganggap tenaga
kerja merupakan faktor terpenting dalam proses produksi walaupun faktor lain
seperti bahan baku diperlukan, tenaga buruh diperlukan untuk menghasilkan produksi
akhir.
Teori Nilai, Uang, dan Harga
Meskipun
Ibnu Khaldun tidak secara jelas membedakan antara teori nilai guna (use value)
dengan nilai pertukaran (exchange value), tetapi secara tegas beliau mengatakan
bahwa nilai suatu barang tergantung pada nilai tenaga kerja yang terlibat dalam
proses produksi. Beliau mengatakan, “Semua usaha manusia dan semua tenaga
buruh perlu digunakan untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Tidak ada jalan
lain bagi manusia untuk mendapatkan keuntungan melainkan melalui penggunaan
buruh.”
Mengenai
Uang beliau berpendapat bahwa banyaknya uang tidaklah menetukan kekayaan suatu
negara, tetapi ditentukan oleh banyaknya produksi negara tersebut dan neraca
pembayarn yang positif. Sejalan dengan pemikiran Al-Ghazali mengenai uang, Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak tetapi
emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang tidak mengandung emas dan perak
merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak
boleh mengubahnya. Pemerintah wajib menjaga niai uang yang dicetak karena
masyarakat menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak
di dalamnya. Oleh karena itu selain menyarankan digunakan uang standar
emas/perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.
Pada bagian
lain, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik turunnya penawaran terhadap harga.
Beliau mengatakan, “ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka
harga-harga akan naik. Namun bila arak antarkota dekat dan aman untuk melakukan
perjalanan, mak akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang
melimpah dan harga-harga akan turun”.
Selain
menulis Al-Muqadimmah, beliau juga banyak menulis buku lainya, antara
lain : Syarh Al-Burdah, sejumlah ringkasan atas buku-buku karya Ibnu
Rusyd, sebuah catatan atas buku Matiq dan lain-lain.
KESIMPULAN
Pemikiran
Ekonomi Islam
Pemikiran ekonomi Islam adalah
respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa
mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran
Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris
mereka.
Pemikiran
Ekonomi Islam diawali sejak Muhammad SAW ditunjuk sebagai seorang Rosul.
Rosululoh SAW mengeluarkan sejumlah kebijkan yang menyangkut berbagai hal yang
berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqih),
politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah).
Al-Qur’an dan Al-Hadist digunakan sebagai dasar teori ekonomi oleh para
khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata kehidupan ekonomi
negara.
Perkembangan
Ekonomi Islam di bagi menjadi 4 periode:
1.
Periode pertama/pondasi (masa awal Islam
450 H/ 1058 M)
2.
Periode kedua (450-850 H/1058-1446 M)
3.
Periode ketiga (850-1350 H/1446-1932)
4.
Periode kontemporer (1930-sekarang)
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam:
1. Zaid bin Ali
2. Abu Hanifa
3. Abu Yusuf
4. Al-Ghazali
5. Ibnu Khaldun
DAFTAR
PUSTAKA
Rahardjo,
Dawam.2002.Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam.Jakarta:PT. Pustaka Pelajar.
Rivai,Veithzal
dan Andi Buchari.2009.Islamic Economics.Jakarta:PT.
Bumi Aksara.
Zaky Al
Kaaf, Abdullah.2002.Ekonomi Dalam
Perspektif Islam.Bandung:CV Pustaka Setia.
Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam.html, di unduh pada 18 September 2012.
Sejarah
Ekonomi Islam dan Perkembangan.html, di unduh pada 18 September 2012.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Ekonomi Islam.tarbiyah weekly.htm, di unduh pada 18 September
2012.
TUGAS MANDIRI
SEJARAH
PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM
Makalah ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: M. Hanafi Zuardi, M.SI
Disusun Oleh:
Nama : Asih Nurhidayati
NPM : 1172194
Semester : III (Tiga)
Kelas : E
PROGRAM STUDI
EKONOMI ISLAM JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2011/2012
0 komentar:
Posting Komentar