About

2NE1 - I Am the Best

Powered by mp3skull.com
Asih Nurhidayati

Pages

Selasa, 23 April 2013

Silogisme Kategorik



  

  

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3  Tujuan.............................................................................................................. 1
1.4  Manfaat........................................................................................................... 2
1.5  Metode ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Silogisme Kategorik...................................................................... 3
2.2 Prinsip-prinsip Silogisme................................................................................. 3
2.3 Bentuk-bentuk Silogisme Menyimpang.......................................................... 5
2.4 Hukum Silogisme............................................................................................ 6 
2.5 Bentuk, Susunan, dan Modus Silogisme......................................................... 8
2.6 Bentuk Silogisme............................................................................................. 9
2.7 Silogisme Dalam Komunikasi Sehari-hari..................................................... 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 15
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 15
3.2 Saran.............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA
BIOGRAFI PENULIS




BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Kesimpulan merupakan hasil akhir dari proses berfikir. Dalam studi logika atau ilmu terapan yang berhubungan dengan aktifitas berfikir, terdapat dua cara pengambilan kesimpulan, yakni eduksi (penyimpulan langsung) dan deduksi (penyimpulan tidak langsung). Silogisme merupakan teknik penyimpulan yang termasuk dalam cara deduksi yang terdiri dari silogisme kategoris, silogisme hipotesis, dan silogisme disyungtif.
Dalam makalah ini akan coba dipaparkan mengenai silogisme kategorik, mulai dari definisi sampai silogisme dalam komunikasi sehari-hari. Oleh karena itu, penulis berharap dengan adanya makalah ini, pembaca dapat lebih memahami silogisme kategorik dan dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari.

1.2  Rumasan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan silogisme kategorik?
  2. Apa saja prinsip-prinsip dalam silogisme?
  3.  Bagaimana bentuk silogisme menyimpang?
  4. Apa saja hukum silogisme?
  5. Bagaimana bentuk, susunan dan modus silogisme?
  6.  Bagaimana silogisme dalam komunikasi sehari-hari?

1.3  Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan diantaranya yaitu:
1.      Mengetahui definisi silogisme kategorik.
2.      Mengetahui prinsip-prinsip dalam silogisme.
3.      Mengetahui bentuk silogisme yang menyimpang.
4.      Mengetahui hukum silogisme.
5.      Mengetahui bentuk, susunan, dan modus silogisme
6.      Mengetahui silogisme dalam komunikasi sehari-hari.

1.4  Manfaat
Dalam penulisan makalah ini, manfaat yang dapat kita peroleh yaitu:
1.      Mengetahui mengenai silogisme kategorik.
2.      Menambah pengetahuan.
3.      Mengetahui kegunaan silogisme dalam komunikasi sehari-hari.

1.5  Metode
Metode yang digunakan penulis untuk menyusun makalah ini adalah study pustaka yaitu usaha penulis menghimpun informasi-informasi yang relevan dari buku-buku ilmiah, ensiklopedi, dan sumber-sumber baik tercetak ataupun elektronik lain.

















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Silogisme Kategorik
      Silogisme merupakan tekhnik pengambilan kesimpulan secara deduksi atau sering disebut dengan penyimpulan tidak langsung (mediate inference) atau dalam kaidah ilmu mantiq lebih dikenal dengan istidlal yang secara bahasa memiliki arti: mencari dalil, keterangan, indikator, atau petunjuk.
      Secara istilah, silogisme bisa diartikan dengan upaya memahami yang belum diketahui melalui hal-hal yang sudah diketahui atau penyimpulan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu.
      Menurut Abu Hilal Al-Anskari terkait dengan silogisme adalah mencari pengertian sesuatu dari segi lainnya. Sedangkan menurut Aristoteles, silogisme adalah argument yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan berlainan.
      Silogisme kategorik sendiri, disebut demikian karena merupakan silogisme yang semua proposisinya adalah proposisi kategorik.

2.2 Prinsip-prinsip Silogisme
      Silogisme sebagai prosedur penalaran menurunkan konklusi yang benar atas dasar premis-premis yang benar. Dasar-dasar itu disebut azas-azas atau prinsip-prinsip silogisme. Jumlahnya hanya dua, yaitu:
1) Prinsip persamaan
   Prinsip ini mengatakan, bahwa dua hal adalah sama, kalau kedua-duanya sama dengan hal yan ketiga.
S=M=P, jadi: S=P.
2) Prinsip perbedaan
   Prinsip ini mengatakan bahwa dua hal itu berbeda yang satu dengan yang lain, kalau yang satu sama dengan hal yang ketiga, sedang yang lain tidak sama.
S=M≠P, jadi: S≠P.
   Kedua prinsip silogisme itu penerapannya dalam silogisme memerlukan dua prinsip lagi, artinya: kalau silogisme tidak memenuhi kedua prinsip penerapan itu, kebenaran konklusi silogisme tidak dapat dipastikan. Kedua prinsip penerapan itu ialah:
1) Prinsip distribusi
   Prinsip ini mengatakan, bahwa apa yang berlaku secara distributif untuk sesuatu kelas, yaitu berlaku untuk semua dan masing-masing anggotanya, berlaku untuk tiap-tiap anggotanya masing-masing.
Contoh:
“Semua pahlawan adalah orang berjasa.”(‘Orang berjasa’ berlaku untuk ‘semua pahlawan’ secara distributif.)
   “Kartini adalah pahlawan.” (‘Kartini’ adalah anggota kelas ‘pahlawan’).
   Jadi: “Kartini adalah orang berjasa.” (‘Orang berjasa’ juga berlaku untuk Kartini).
      2) Prinsip distribusi negatif
Prinsip ini menyatakan, bahwa apa yang diingkari tentang sesuatu kelas secara distributif, juga diingkari pada tiap-tiap anggotanya masing-masing.
Misalnya:
“Toyota itu bukan sedan bermesin disel”. (Term, ‘sedan bermesin disel’ diingkari tentang Toyota secara distributif).
“Mobil Adam itu adalah sebuah Toyota”. (‘mobil Adam’ adalah anggota kelas Toyota).
Jadi: “Mobil Adam itu bukan sedan bermesin disel”. (‘Sedan bermesin disel’ juga diingkari pada mobil Adam).

Menurut Aristoteles kebenaran prinsip-prinsip diatas bertumpu kepada kebenaran prinsip-prinsip yang lebih dalam lagi, yaitu: Azas-azas penalaran yang jumlahnya tiga.
1)      Azas identitas: segala sesuatu itu identik dengan dirinya sendiri. A=A.
2)      Azas kontradiksi: tidak ada sesuatu yang sekaligus memiliki dan tidak memiliki sesuatu sifat tertentu. Tidak mungkin A=B dan sekaligus A≠B.
3)      Azas tiada jalan tengah: sesuatu itu pasti memiliki atau tidak memiliki sifat tertentu. A=B atau A≠B, tidak ada kemungkinan lain.

2.3 Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan kiranya lebih banyak bentuk yang menyimpang. Dalam logika bentuk-bentuk yang menyimpang itu resminya harus dikembalikan menjadi bentuk standar, setidak-tidaknya apabila penalarannya menjadi tidak jelas.
Pertama, penyimpangan dari silogisme standar dapat terjadi karena orang yang tidak menggunakan proposisi kategorik standar.
Contoh:
            Mereka tidak lulus semuanya, karena tidak belajar.
            Kamu kan tekun belajar,
            Mengapa kamu mesti takut tidak lulus!
            Dalam bentuk standar:
            Semua orang yang tidak lulus bukan (≠) orang yang belajar.            
Kamu adalah orang yang belajar.
            Jadi: Kamu bukan orang yang tidak lulus.
           
Penyimpangan dari bentuk silogisme standar juga dapat terjadi karena term yang sama dilambangkan dengan kata-kata yang berbeda, sehingga penalarannya kelihatan memiliki lebih dari tiga term.
Misalnya:
            Setiap prajurit harus selalu siap bergerak.
            Adam itu anggota TNI Angkatan Darat.
            Maka di manapun ia di tempatkan, ia tidak pernah merasa menetap.
            Dalam bentuk standar:
            Semua prajurit adalah orang yang selalu siap bergerak.
            Adam adalah prajurit.
Jadi: (Di manapun ditempatkan) Adam adalah orang yang selalu siap bergerak.


2.4 Hukum Silogisme
1. Hukum silogisme mengenai term
Sudah diketahui bahwa yang disebut silogisme itu mempunyai tiga term S,M, dan  P. Maka hukum silogisme yang pertama dapat dirumuskan:
   a. Jumlah term dalam silogisme tidak boleh lebih dari tiga: S — M — P.
Hukum ini tidak lain daripada rumusan operasional dari prinsip persamaan.
Dalam silogisme, term tengah, M adalah term pembanding, yang digunakan untuk mengetahui apakah S=P atau tidak. Hasil dari perbandingan itu ialah: S=P atau S≠P. Inilah konklusi silogisme. Hal ini secara operasional dapat dirumuskan sebagai hukum kedua:
   b. Term tengah, M, tidak boleh terdapat dalam konklusi
Hubungan antara term S dan term P di dalam konklusi diketahui berdasarkan term M, yang dua kali terdapat dalam premis. Kalau kedua term M itu dua kali tidak berdistribusi, tidak dapat diketahui apakah kedua term itu meliputi anggota yang sama. Maka hukum silogisme yang ketiga ialah:
    c. Term tengah M setidak-tidaknya satu kali harus berdistribusi
Silogisme itu suatu bentuk penalaran, dan seperti semua penalaran, menyimpulkan suatu konklusi dari premis, yang berarti bahwa konklusi itu sudah terkandung atau terdapat di dalam premisnya. Tidak mungkin konklusi mengatakan sesuatu yang secara implisit belum terdapat di dalam premis. Kesesatan berfikir seperti itu akan terjadi apabila term S dan/atau P di dalam konklusi term S dan/atau P meliputi anggota-anggota yang tidak ditunjuk oleh term S dan/atau P dalam premis. Sebagai hukum ini dapat dirumuskan:
   d. Term S dan P dalam konklusi tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
Kesesatan yang melanggar hukum ini banyak terjadi dan telah mendapat nama latin: Latius hos.
2. Hukum silogisme mengenai proposisi
   Hukum pertama mengenai proposisi dalam silogisme adalah rumus operasional dari prinsip persamaan. Prinsip ini terdiri atas tiga anggota, berupa tiga proposisi. Dua proposisi afirmatif sebagai premis, yaitu: S=M dan M=P dan yang ketiga sebagai konklusinya, yaitu S=P, yang juga sebuah proposisi afirmatif. Maka hukumnya dapat dirumuskan demikian:
a.  Apabila proposisi-proposisi di dalam premis afirmatif, maka konklusinya harus      afirmatif
Menurut prinsip perbedaan, tidak mungkin proposisi-proposisi di dalam premis itu semuanya negatif, salah satu pasti harus afirmatif: S=M dan M≠P atau sebaliknya.
b. Proposisi di dalam premis tidak boleh kedua-duanya negatif
Menurut prinsip perbedaan pula, kecuali proposisi dalam premis itu harus satu afirmatif dan yang lain negatif, maka konklusinya pasti negatif.
c.  Konklusi mengikuti proposisi yang lemah dalam premis
Akan tetapi hukum di atas juga harus diartikan bahwa kalau di dalam premis ada proposisi partikulir, maka konklusinya juga harus partikulir.
d.                         Proposisi di dalam premis tidak boleh kedua-duanya partikulir, setidak-tidaknya salah satu harus universal.

Hukum ini sebetulnya hanya merupakan pelaksanaan hukum 3 dan 4 di atas mengenai term. Pelanggaran terhadap hukum ini akan merupakan pelanggaran terhadap hukum 3 atau 4, tergantung dari bentuk silogismenya. Dua proposisi yang partikulir dalam premis itu kedua-duanya proposisi afirmatif atau salah satu diantaranya adalah proposisi negatif. Kalau disusun sebagai premis, ada tiga kemungkinan sebagai berikut:

Bentuk I             Bentuk II                    Bentuk III
Maior: Beberapa M=P    Beberapa M=P            Beberapa M≠P
Minor: Beberapa S=P     Beberapa S≠M            Beberapa S=M

Bentuk I melanggar hukum 3 mengenai term, M dua kali tidak berdistribusi.
   Bentuk II akan menghasilkan konklusi S≠P, dimana P akan berdistribusi, sedang di dalam maiornya term P tidak berdistribusi. Jadi melanggar hukum 4 mengenai term.
   Dalam bentuk III sekali lagi term M dua kali tidak berdistribusi.
2.5 Bentuk, Susunan, dan Modus Silogime
         Berbicara tentang susunan silogisme berarti berbicara tentang kedudukan term M dalam kedua proposisi premis silogisme. Susunannya adalah sebagai berikut:
Susunan 1:    M — P
                     S — M
                     S — P
Susunan II:    P — M
                      S — M
                      S — P
Contoh:        Sirkel adalah bentuk bundar.
                     Segitiga itu bukan bentuk bundar.
                      Jadi: Segitiga itu bukan sirkel.
Susunan III: M — P
                     M — S
                      S — P
Contoh:        Mahasiswa itu orang dengan tugas belajar.
                     Ada mahasiswa yang orang bodoh.
                      Jadi: Sebagian orang bodoh itu orang dengan tugas belajar.
Susunan IV:    P — M
                        M — S
                        S — P
Contoh:        Influenza itu penyakit.
                     Semua penyakit itu pengganggu kesehatan.
                      Jadi: Sebagian pengganggu kesehatan itu influenza.

Apa yang disebut modus silogisme itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Kedua proposisi premis dalam silogisme itu tentu masing-masing berupa proposisi A, E, I, atau O, yaitu bentuk-bentuk proposisi menurut kuantitas dan kualitasnya. A, E, I, O sebagai maior dan minor premis silogisme itulah yang disebut modus silogisme.
Ada16 modus silogisme yang berupa rakitan maior dan minor menurut kualitas dan kuantitas proposisinya yaitu:
Maior: A A A A       E E E E           I  I  I  I                        O O O O
Minor: A E I O        A E I O           A E I O           A E I O
      Modus dan susunan silogisme itu bersama-sama menentukan bentuk silogisme. Misalnya:
Susunan I, modus AA sebagai berikut:       Semua M= P (A)
                                                                     Semua S= M (A)
                                                                     Semua S= P  (A)
Susunan II: modus AO sebagai berikut:      Semua      P= M  (A)
                                                                     Beberapa  S≠M  (O)
                                                                     Beberapa  S≠P    (O)
Dalam kenyataannya kebanyakan di antara ke-64 bentuk silogisme yang dapat disusun itu melanggar satu atau lebih dari hukum silogisme, jadi penalaran tidak sahih, tidak dapat menghasilkan konklusi yang benar.
Misalnya:
Modus AI dalam susunan I menjadi:           Semua    M=P (A)
                                                                     Beberapa S=M(I)
                                                                     Beberapa S= P(I)
Bentuk penalaran ini sahih, akan tetapi yang berikut ini tidak:
Modus AI dalam susunan II menjadi:         Semua                 P=M(A)
                                                                     Beberapa S=M(I)
                                                                     Non sequitur.

2.6 Bentuk Silogisme yang Sahih
      Bentuk-bentuk silogisme yang sahih itu diberi nama dengan menggunakan ketiga huruf yang melambangkan bentuk proposisi maior, minor, dan konklusi. Di bawah ini bentuk silogisme yang sahih dengan nama-namanya.

Susunan I: Bentuk                        A-A-A             nama Barbara
                        Bentuk                        E-A-E              nama Celarent
                        Bentuk                        A-I-I                nama Darii
                        Bentuk                        E-I-O               nama Ferio

Susunan II:Bentuk                        A-E-E              nama Camestres
                        Bentuk                        E-A-E              nama Cesare
                        Bentuk                        A-O-O             nama Baroco
                        Bentuk                        E-I-O               nama Festino

Susunan III:Bentuk          A-A-I              nama Darapti
                        Bentuk                        E-A-O             nama Felapton
                        Bentuk                        A-I-I                nama Datisi
                        Bentuk                        E-I-O               nama Fresison
                        Bentuk                        I-A-I                nama Disamis
                        Bentuk                        O-A-O             nama Bocardo

Susunan IV:Bentuk          A-A-I              nama Bramantis
                        Bentuk            A-E-E              nama Camenes
                        Bentuk                        E-A-O             nama Fesapo
                        Bentuk                        E-I-O               nama Ferison
                        Bentuk                        I-A-I                nama Dimaris

Ciri-ciri silogisme yang sahih:
                                    Susunan I                    Susunan II                   Susunan III
Maior                     berdistribusi (A/E)      berdistribusi (A/E)          
Minor                    afirmatif (A/I)                                             afirmatif (A/I)
Konklusi                                                negative                       partikulir

2.7 Silogisme dalam Komunikasi Sehari-hari
            Dalam komunikasi sehari-hari juga banyak terjadi peyimpangan karena unsur proposisinya hiperlengkap, lebih dari tiga.

  1. Entimema
Dalam komunikasi sehari-hari orang biasanya tidak bersusah-susah memberi bentuk silogisme standar kepada argumentasinya. Banyak penalaran yang tidak semua unsur proposisinya dinyatakan secara eksplisit. Ini begitu biasa dalam komunikasi sehari-hari, sehingga argumentasi semacam itu sudah mendapat nama sejak jaman Yunani purba, yaitu entimema.
Entimema itu sebagai argumentasi hanya mempunyai arti kalau proposisi yang tidak dinyatakan secara eksplisit itu sudah jelas. Untuk melengkapi entimema sehingga menjadi silogisme standar, harus diingat bahwa:
a)      Premis di dalam penalaran adalah alasan atau sebab dari konklusi. Dalam bahasa, premis itu akan nampak dari penggunaan kata-kata seperti: karena, sebab, dengan alasan, berdasarkan, dan sebagainya.
b)      Konklusi adalah akibat atau berdasarkan premis dan dalam bahasa sering didahului dengan kata-kata: jadi, oleh karena itu, maka dari itu, dengan alasan itu, dan sebagainya.
c)      Term konklusi adalah: S — P.
d)     Term yang bukan S atau P adalah M dan hanya terdapat di dalam prémis.

Bentuk-bentuk entimema ialah:
1)      entimema tanpa maior,
2)      entimema tanpa minor,
3)      entimema tanpa konklusi,
4)      entimema tanpa konklusi dan maior atau minor.

  1. Polisilogisme dan Sorites
Bentuk silogisme tersusun yang boleh dibilang standar ialah polisilogisme. Dalam polisilogisme, silogisme yang pertama lengkap. Konklusinya kemudian langsung digunakan sebagai premis silogisme berikutnya. Konklusi silogisme kedua ini dijadikan lagi premis silogisme berikutnya dan seterusnya.

Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang mau mengalah.
Partai yang mau mengalah adalah partai yang mau bermusyawarah.
————————————————————————————————
Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang mau bermusyawarah.
Partai yang mau bermusyawarah adalah partai seperti dituntut oleh pancasila.
————————————————————————————————
Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai seperti dituntut oleh pancasila.
Partai seperti dituntut oleh pancasila adalah partai yang sesuai dengan consensus bangsa Idonesia.
————————————————————————————————
Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang sesuai dengan konsesus bangsa Indonesia.

            Dalam komunikasi sehari-hari orang lebih banyak menggunakan bentuk entimema dari polisilogisme, namanya sorites. Dalam sorites semua konklusi dalam silogisme dihilangkan, kecuali konklusi terakhir. Dalam bentuk sorites, polisilogisme di atas menjadi sebagai berikut:

Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang mau mengalah.
Partai yang mau mengalah adalah partai yang mau bermusyawarah.
Partai yang mau bermusyawarah adalah partai seperti dituntut oleh Pancasila.
Partai seperti dituntut oleh Pancasila adalah partai yang sesuai dengan konsesus bangsa Indonesia.
————————————————————————————————
Partai yang fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang sesuai dengan konsesus bangsa Indonesia.



Polisilogisme biasa                              Sorites

S — M                                                            S — M
M — P                                                            M — P
  S — P                                                P — Q
P — Q                                                 Q — R                                                           
Q — R                                                              S — R
  S — R

  1. Epikirema
Sebuah bentuk polisilogisme lain yang juga biasa digunakan dalam komunikasi ialah epikirema yaitu silogisme yang salah satu atau kedua premisnya disertai dengan sebab, keterangan, atau alasan.
Contah:
            Semua arloji baik adalah arloji mahal , karena sukar pembuatannya.
            Arloji quartz itu arloji baik, karena selalu tepat dan awet.
            Jadi: Arloji quartz itu arloji mahal.
Tiga contoh silogisme:

Premis maiornya menjadi demikian:
            Barang yang sukar pembuatannya adalah barang mahal.
            Arloji baik itu barang yang sukar pembuatannya.
            Jadi: Arloji baik itu barang mahal.

Premis minornya menjadi sebagai berikut:
            Arloji yang selalu tepat dan awet  adalah arloji baik.
            Arloji quartz itu selalu tepat dan awet.
            Jadi: Arloji quartz itu arloji baik.

Kesimpulan dari silogisme contoh tersebut diturunkan dari kedua konklusi di atas sebagai premis:
            Arloji baik itu barang mahal.
            Arloji quartz itu arloji baik.
            Jadi: Arloji quartz itu barang mahal.


















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan dapat diketahui bahwa silogisme kategorik merupakan silogisme yang semua proposisinya adalah proposisi kategorik. Silogisme memiliki berbagai patokan-patokan hukum sebagai pembatas dalam menyimpulkan premis-premis yang ada dalam silogisme tersebut. Apabila dalam penyusunan silogisme hal-hal tersebut dilanggar, maka akan terjadi kerancuan dalam bentuk silogisme tersebut yang akhirnya tidak akan ditemukan keterkaitan antara kesimpulan dan premis-premisnya.

3.2  Saran
1.Bagi para pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai silogisme kategorik, penulis berharap dengan kerendahan hati agar pembaca mencari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan silogisme kategorik.
2. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat menambah wawasan pembaca, sehingga dapat mendorong pembaca untuk berfikir aktif dan kreatif.


  




DAFTAR PUSTAKA



Mundiri. 2008. Logika. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

R.G. Soekadijo. 1991. Logika dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Basako, Bab 6 Silogisme Kategorik. Diunduh dari http// notexabasako.blogspot.com    tanggal 19 November 2011

Silogisme; silogisme kategorik. Diunduh dari http// kallolougi.blogspot.com tanggal 19 November 2011

Silogisme kategorik. Diunduh dari www.google.com





























0 komentar:

Posting Komentar