PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DENGAN KONVENSIONAL
Islam adalah satu-satunya agama yang
sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta.
Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah.
Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya
anugerah dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat
manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk
dipertanggungjawabkan.
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan
agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban kerana Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
Bekerja merupakan suatu kewajiban kerana Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.
Kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda
Rasulullah Muhammad saw:
"Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia
mendapat ampunan".
(HR.Thabrani dan Baihaqi)
(HR.Thabrani dan Baihaqi)
Tujuan Ekonomi Islam
Segala
aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya
kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan,
dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi,
tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang
fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran
hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi
sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang
dimaksud mencakupi aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para
ulama menyepakati bahawa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi
lima jaminan dasar:
- Keselamatan keyakinan agama ( al din)
- Kesalamatan jiwa (al nafs)
- Keselamatan akal (al aql)
- Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
- Keselamatan harta benda (al mal)
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip
dasar:
- Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau anugerah dari Allah swt kepada manusia.
- Islam mengakui pemilikan peribadi dalam batas-batas tertentu.
- Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
- Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
- Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
- Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
- Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
- Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Perbedaan
Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional
I.
Pokok-Pokok Ekonomi Konvensional
Sistem ekonomi kapitalis diawali dengan
terbitnya buku The Wealth of Nation karangan Adam Smith pada
tahun 1776. Pemikiran Adam Smith memberikan inspirasi dan pengaruh besar
terhadap pemikiran para ekonom sesudahnya dan juga pengambil kebijakan negara.
Lahirnya sistem ekonomi kapitalis, sebenarnya
merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkembangan pemikiran dan
perekonomian benua Eropa pada masa sebelumnya. Pada suatu masa, di Benua Eropa
pernah ada suatu zaman dimana tidak ada pengakuan terhadap hak milik manusia,
melainkan yang ada hanyalah milik Tuhan yang harus dipersembahkan kepada
pemimpin agama sebagai wakil mutlak dari Tuhan. Pada zaman tersebut yang kemudian
terkenal dengan sistem universalisme. Sistem ini ditegakkan atas
dasar keyakinan kaum agama “semua datang dari Tuhan, milik Tuhan dan harus
dipulangkan kepada Tuhan”.
Kemudian lahir pula golongan baru, yang mendekatkan dirinya pada kaum
agama, yaitu kaum feodal. Mereka ini yang berkuasa di daerahnya masing-masing,
lalu menguasai tanah-tanah dan memaksa rakyat menjadi hamba sahaya yang harus
menggarap tanah itu. Sistem feodal hidup subur di bawah faham universalisme.
Faham ini lebih terkenal dengan feodalisme. Jika kaum feodal memaksa rakyat
bekerja mati-matian, maka kaum agama dengan nama Tuhan menghilangkan hak dari
segala miliknya. Artinya kaum feodal yang bekerjasama dengan kaum agama, telah
mempermainkan seluruh hak milik manusia untuk kepentingan mereka sendiri.
Gambaran yang dapat diperoleh dari zaman kaum
agama dan feodal ialah manusia hidup seperti hewan, tidak mempunyai fikiran
sendiri, tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri dan semuanya hanyalah kaum
agama yang memilikinya. Inilah suatu kesalahan besar yang pernah diperbuat oleh
kaum agama di benua Eropa. Seluruh masyarakat Eropa berontak dan mengadakan
perlawanan menentang kaum agama dan feodal. Pecahlah revolusi Perancis yang
sudah terkenal itu.
Revolusi Perancis (1789 – 1793) dipandang
sebagai puncak kegelisahan dari rakyat yang tertindas dan dirampas haknya.
Dengan dendam dan kemarahan yang luar biasa mereka menghancurkan universalisme
dan feodalisme yang mengikat mereka. Tetapi, akibatnya lebih buruk dari itu.
Bukan saja mereka memusuhi kaum agama dan feodal, tetapi juga menjatuhkan nama
suci dari Tuhan yang selalu dibuat kedok oleh kedua golongan di atas.
Di samping itu, berkembangnya sistem ekonomi
kapitalis juga dapat dirunut dari sejak munculnya faham fisiokrat (abad
17) yang mengatakan bahwa pertanian adalah dasar dari produksi negara, sebab
itu, seluruh perhatian harus ditumbuhkan kepada memperbesar hasil pertanian.
Kemudian lahir pula paham merkantilisme (awal abad 18) yang mengatakan
bahwa perdagangan adalah lebih penting dari pertanian, karena itu pemerintah
harus memberikan perhatiannya kepada mencari perdagangan dengan negara-negara
lainnya.
Pada pertengahan abad ke-18, lahirlah paham baru
yang dinamakan liberalisme dari Adam Smith (1723 – 1790) di Inggris.
Menurut dia, bukan soal pertanian atau perdagangan yang harus dipentingkan,
tetapi titik beratnya diletakkan pada pekerjaan dan kepentingan diri. Jika
seseorang dibebaskan untuk berusaha, dia harus dibebaskan pula untuk mengatur
kepentingan dirinya. Sebab itu ajaran laiser aller, laisser
passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi
persaingan mereka. Selanjutnya manusia memasuki kancah individualisme yang
ditandai dengan nafsu untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya yang ditimbulkan
oleh persaingan yang bebas tadi. Dari paham liberalisme, timbullah kaum borjuis.
Kaum borjuis ini akhirnya menimbulkan sistem ekonomi, sistem ekonomi kapitalis.
Berkembangnya paham kapitalis menimbulkan reaksi
yang ditandai dengan munculnya paham komunisme. Paham ini lahir dari seorang
Jerman, bernama Karl Marx pada tahun 1848 yang sangat kecewa terhadap sistem
ekonomi kapitalis yang dianggap telah menyengsarakan rakyat banyak. Silih
berganti nasib yang dilalui paham Marx itu. Tetapi akhirnya sewaktu Lenin
mendirikan pertama kali negara komunis di Rusia pada tahun 1917, maka marxisme
telah menjejakkan kakinya dengan kuat sebagai dasar bagi negara baru
tersebut. Walapun ajaran komunisme ini pernah menguasai hampir separo dari
penduduk dunia, akan tetapi paham ini dianggap telah runtuh bersamaan dengan
runtuhnya Rusia.
Ilmu ekonomi
konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah
rasional. Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy
Miller adalah individuals do not intentionally make decisions that would
leave them worse off. Ini berarti bahwa rasionaliti
didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu
memaksimumkan kepuasan atau keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need)
dan keinginan-keinginan (want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan
tidak akan bertindak secara sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan
kepuasan atau keuntungan mereka.
Adapun konsep-konsep pemikiran
penting dalam sistem ekonomi konvensional adalah sebagai berikut:
a)
Rational economic man
Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan
individu adalah rasional. Berdasarkan paham ini, tindakan individu dianggap
rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang
menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam implementasinya,
rasionaliti ini dianggap dapt diterapkan hanya jika individu diberikan
kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga dengan sendirinya di
dalamnya terkandung individualisme dan liberalisme. Adam Smith menyatakan bahwa
tindakan individu yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan
membawa kebaikan masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible
hand) yang bekerja melalui proses kompetisi dalam mekanisme
pasar. Oleh karena itu, kapitalisme sangat menjunjung tinggi pasar yang
bebas dan menganggap tidak perlu ada campur tangan pemerintah.
b)
Positivism
Kapitalisme berusaha
mewujudkan suatu ilmu ekonomi yang bersifat objektif, bebas dari petimbangan
moralitas dan nilai, dan karenanya berlaku universal. Ilmu ekonomi telah
dideklarasikan sebagai kenetralan yang maksimal di antara hasil akhir dan
independensi setiap kedudukan etika atau pertimbangan normatif. Untuk
mewujudkan obyektivitas ini, maka positivism telah menjadi bagian integral dari
paradigma ilmu ekonomi. Positivism menjadi sebuah keyakinan bahwa setiap
pernyataan ekonomi yang timbul harus mempunyai pembenaran dari fakta empiris.
Paham ini secara otomatis mengabaikan peran agama dalam ekonomi, sebab dalam banyak
hal, agama mengajarkan sesuatu yang bersifat normatif.
c)
Hukum Say
Terdapat suatu keyakinan bahwa
selalu terdapat keseimbangan (equilibrium) yang bersifat alamiah,
sebagaimana hukum keseimbangan alam dalam tradisi fisika Newtonian. Jean Babtis
Say menyatakan bahwa supply creates its own demand, penawaran
menciptakan permintaannya sendiri. Ini berimplikasi pada asumsi bahwa tidak
akan pernah terjadi ketidakseimbangan dalam ekonomi. Kegiatan produksi dengan
sendirinya akan menciptakan permintaannya sendiri, maka tidak akan terjadi
kelebihan produksi dan pengangguran. Implikasi selanjutnya, tidak perlu ada
intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Intervensi pemerintah dianggap
justru akan mengganggu keseimbangan alamiah. Asumsi inilah yang menjadi piranti
keyakinan akan kehebatan pasar dalam menyelesaikan semua persoalan ekonomi.
Inilah salah satu paradigma ilmu ekonomi konvensional.
Tujuan Ekonomi Konvensional
Sesuai dengan
pahamnya tentang rational economics man, tindakan individu dianggap
rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest)
yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam ekonomi
konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan
memaksimalkan utiliti. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam
pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa memikirkan hari akhirat.
Dalam sistem
ekonomi kapitalis, materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai penggerak
utama perekonomian. Dari sinilah sebenarnya, istilah kapitalisme berasal, yaitu
paham yang menjadikan kapital (modal/material) sebagai isme. Perekonomian diatur oleh
mekanisme pasar. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan
konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil
mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi
efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.
II.
Pokok-Pokok Ekonomi Islam
Pertumbuhan awal terbentuknya ekonomi islam terjadi pada saat masa berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun
belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan
benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah,
segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan
pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan
masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar (PT) tentunya belum
ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada,
yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun telah dipaktekkan dalam skala
kecil dalam bentuk musyarakah.
Sistem Ekonomi
Islam
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi
yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam. Sumber dari
keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Nilai-nilai sistem ekonomi islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan
ajaran islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT. Sebagai ajaran
yang sempurna. (QS Al-Maidah ayat 3).
Didalam
sistem ekonomi islam terdapat asas-asas yang membangun sistem ekonomi islam.
Yaitu :
1.
Cara Pemilikan Harta Dalam Islam (Al-Milkiyah)
Terdapat tiga jenis pemilikan dalam islam. Yaitu :
· Hak Milik Umum: meliputi
mineral-mineral dalam bentuk padar, cair dan gas termasuk petroleum, besi,
tembaga, emas dan sebagainya yang didapati sama ada di dalam perut bumi atau di
atasnya, termasuk juga segala bentuk tenaga dan intensif tenaga serta
industri-industri berat. Semua ini merupakan hak milik umum dan wajib diuruskan
(dikelola) oleh Daulah Islamiyah (negara) manakala manfaatnya wajib
dikembalikan kepada rakyat
· Hak Milik Negara meliputi
segala bentuk bayaran yang dipungut oleh negara secara syar’i dari warganegara,
bersama dengan perolehan dari pertanian, perdagangan dan aktivitas industri, di
luar dari lingkungan pemilikan umum di atas. Negara membelanjakan perolehan
tersebut untuk kemaslahatan negara dan rakyat
· Hak Milik Individu: selain
dari kedua jenis pemilikan di atas, harta-harta lain boleh dimiliki oleh
individu secara syar’i dan setiap individu itu perlu membelanjakannya secara
syar’i juga.
2.
Cara Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharruf Fi Al Milkiyah)
Secara dasarnya, pengelolaan
kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua kegiatan, yaitu :
- Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal)
Pembelanjaan harta (infaqul
mal) adalah pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan
harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut
haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi
sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti
sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang
mubah (harus). Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu
yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman
keras, babi, dan lain-lain.
- Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal)
Pengembangan harta (tanmiyatul
mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang
muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan
ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah
memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti
jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian,
maupun perdagangan. Selain Islam juga melarang pengembangan harta yang
terlarang seperti dengan jalan aktiviti riba, judi, serta aktivitas terlarang
lainnya.
- Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak negara (Daulah Islamiyah), kerana negara adalah wakil ummat. Meskipun menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara untuk mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'.
Adapun pengelolaan kepemilikan
yang berhubungan dengan kepemilikan negara dan kepemilikan individu, nampak
jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti
jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari' juga telah memperbolehkan
negara dan individu untuk mengelola masing-masing kepemilikannya, dengan cara
tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan
cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh
syara’.
Prinsip-Prinsip
Ekonomi Islam
Choudhury dalam bukunya Contribution to
Islamic Economic Theory (1986) menjelaskan bahwa prinsip dasar ekonomi
islami adalah tauhid (unity, persaudaraan (brotherhood, kerja (work),
produktivitas (productivity) dan keadilan atau kesamaan hak (distributional
equity).
Jadi seseorang yang ingin melakukan kegiatan ekonomi yang dituntun oleh
nilai-nilai Islam harus melandaskan perilakunya pada prinsip kesatuan (tawheed/unity)
dengan Tuhannya. Artinya setiap langkah dan kegiatan ekonomi kita, baik dalam
bentuk kerja (work) ataupun memproduksi (productivity), selalu
merasa dalam pengawasan-Nya dan tunduk terhadap norma yang telah ditetapkan-Nya
(sunnatullah). Serta diimbangi dengan semangat persaudaraan (brotherhood)
antara sesama yang diwujudkan dalam semangat keadilan dan kesamaan hak.
Dalam bentuk keseharian, prinsip persaudaraan diilustrasikan dengan sikap saling
tolong-menolong (ta’awun). Jika pada suatu kondisi yang lebih (aghniyai),
maka berdasarkan prinsip brotherhood dan distributional equity, tindakan
yang harus dilakukan adalah membagi kelebihan tersebut dengan yang kurang (masakin).
Ekonomi konvensional yang mengutamakan kepentingan
individu dan memaksimulkan kemanfaatan (utilitas) dapat mendatangkan bencana
bagi kehidupan manusia. Sebab, mereka cenderung mennggalkan nilai agama dan
tidak mempedulikan halal haram dalam upaya mencari rezeki. Saat
ini, mulai muncul kesadaran diantara para ekonom sekkuler bahwa praktek ekonomi
mereka keliru, karena mengabaikan nilai moral, agama dan kemanusiaan.
(Saefuddin Muhammad, 2002 : 78)
Sistem ekonomi Islam, yang menganut mekanisme pasar,
memberikan kebebasan penuh kepada para pelaku bisnis termasuk podusen dan
konsumen. Pasar dalam ekonomi Islam menganut sistem pasar bebas terkendali.
Artinya, campur tangan pemerintah dibolehkan jika memang diibutuhkan untuk
menjamin kepentingan masyarakat dan menjaga pasar agar dapat berjalan dengan
kondisi perekonomian yang sebenarnya. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi Islam
yang tidak memandang kepentingan individu di atas kepentingan bersama.
Ibn Taimiyah mengemukakan beberapa ciri dan prinsip
pasar sebagai implikasi dari doktrin kebebasan ekonomi dalam Islam:
1. Setiap orang bebas masuk dan
meninggalkan pasar
2. Harus ada informasi yang jelas
mengenai kekuatan pasar dan barang-barang dagangan (komoditi)
3. Tidak boleh ada unsur monopoli
4. Haram hukumnya melakukan
penyimpangan dari prinsip kebebasan ekonomi yang jujur, seperti melakukan
sumpah palsu, takaran yang tidak tepat dan berniat buruk.
Tujuan Utama
Ekonomi Islam
Tujuan ekonomi
Islam membawa kepada konsep al-fallah (kejayaan) di dunia dan di
akhirat. Ekonomi Islam meletakkan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini di
mana segala bahan-bahan yang ada di bumi diperuntukkan untuk manusia.
Kesemuannya bertujuan untuk beribadah kepada Allah swt. Manusia merupakan
makhluk sosial (zone politicon) karena itu soal pemilikan harta terdapat
hak milik individu dan juga terdapat hak masyarakat umum.
Implikasinya,
aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa dapat dipertanggungjawabkan, baik
pertanggungjawaban sosial maupun pertanggungjawaban terhadap pemilik alam raya
ini, Allah SWT. Konsep tujuan ini yang sangat mendukung terciptanya
keseimbangan alam semesta meskipun aktifitas ekonomi berupa pemanfaat kekayaan
alam terus dilakukan. Sistem ekonomi Islam melihat ektifitas ekonomi sebagai sebuah ibadah, karena itu, aktifitas ekonomi yang
dilakukan senantiasa membawa ke-mashlahatan, baik bagi masyarakat maupun bagi eksistensi
agama. Tujuan sistem ekonomi konvensional hanya berorientasi duniawi tanpa
melihat dimensi eskatologisnya.
Perbedaan Mendasar Sistem Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional
No
|
Isu
|
Islam
|
Konvensional
|
1
|
Sumber
|
Al-Quran
|
Daya fikir manusia
|
2
|
Motif
|
Ibadah
|
Rasional matearialism
|
3
|
Paradigma
|
Syariah
|
Pasar
|
4
|
Pondasi dasar
|
Muslim
|
Manusia ekonomi
|
5
|
Landasan fillosofi
|
Falah
|
Utilitarian individualism
|
6
|
Harta
|
Pokok kehidupan
|
Asset
|
7
|
Investasi
|
Bagi hasil
|
Bunga
|
8
|
Distribusi kekayaan
|
Zakat, infak, shodaqoh, hibah, hadiah, wakaf dan warisan.
|
Pajak dan tunjangan
|
9
|
Konsumsi-produksi
|
Maslahah, kebutuhan dan kewajiban
|
Egoism, materialism, dan
rasionalisme
|
10
|
Mekanisme pasar
|
Bebas dan dalam pengawasan
|
Bebas
|
11
|
Pengawas pasar
|
Wilayatul Hisba
|
NA
|
12
|
Fungsi Negara
|
Penjamin kebutuhan minimal dan pendidikan melalui baitul mal
|
Penentu kebijakan melalui
Departemen-departemen
|
13
|
Bangunan ekonomi
|
Bercorak perekonomian real
|
Dikotomi sektoral yang
sejajar ekonomi riil dan moneter
|
Perbedaan yang sering didengar
antara dua sistem yang berbeda ini :
Bunga
|
Bagi Hasil
|
Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan
|
Penentuan besarnya nisbah
bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkiinan
untung rugi
|
Besarnya presentasididasarkan
pada jumlah modal yang dipinjamkan.
|
Besarnya rasio bagi hasil
didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
|
Bunga dapat mengambang dan
besarnnya naik turun sesuai dengan naik turunnya kondisi ekonomi
|
Rasio bagi hasil tetap tidak
berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.
|
Pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah usaha yang dijalankan
untung atau rugi.
|
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian ditangggung
bersama.
|
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun keuntungan berlipat
|
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan
peningkatan keuntungan.
|
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama.
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
0 komentar:
Posting Komentar