Di Indonesia saat ini telah mulai dan dilaksanakan penerapan
syariah Islam dalam bentuk aplikasi Ekonomi walaupun masih banyak kekuranganya.
Hal ini dikarenakan sudah teralu lama bangsa Indonesia menganut sistem Ekonomi
konvensional yang membebaskan semua pelaku usahanya dengan jalan apapun untuk
mendapatkan keuntungan sebesar mungkin.
Perkembangan masyarakat Islam di Indonesia untuk dapat
menerapkan Ekonomi Syariah Islam dalam Ekonomi terkendala oleh adanya
penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa Ekonomi Islam
dapat menghambat, mengancam dan mengubah pemikiran rakyat Indonesia dalam
melakukan kegiatan Ekonomi, padahal ketika itu pihak belanda melakukan sistem
monopoli perdagangan yang memang dalam kenyataannya hal ini (Monopoli Perdagangan)
hukumnya haram.
Karena hal itu rakyat Indonesia membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk dapat memikirkan dan mengenali Sistem Ekonomi Islam yang pada
dasarnya dilandasi oleh hukum yang ada di Al Quran dan As-Sunah.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam,
seharusnya sistem ekonomi syariah Islam ini dapat dilaksanakan dan
diterapkan di Indonesia secara kafah (menyeluruh), yang mengedepankan
transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset
negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat kebanyakan
dan berpihak pada kebenaran. Sehingga tidak akan ada lagi yang namanya
korupsi di negeri ini jika Syariah Islam dapat dengan benar diterapkan secara
kafah.
Dapat dipastikan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan
untuk mengatasi masalah umat Islam yang saat ini masih mengalami krisis
ekonomi. Merupakan sebuah tantangan yang sangat besar untuk para pengusaha dan
kalangan yang mengerti ekonomi syariah Islam untuk dapat menerapkan
sisem ekonomi syariah ini secara menyeluruh di negeri ini.
Dikutip
dalam sebuah artikel bahwa, "Di Indonesia, praktek ekonomi Islam,
khususnya perbankan syariah sudah ada sejak 1992. Diawali dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Namun, pada decade hingga tahun 1998, perkembangan bank syariah boleh dibilang
agak lambat. Pasalnya, sebelum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, tidak ada perangkat hokum yang mendukung sistem operasional bank
syariah kecuali UU No. 7 Tahun 1992 dan PP No. 72 Tahun 1992.
Berdasarkan
UU No. 7 Tahun 1992 itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil.
Selebihnya bank syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang
berbasis konvensional. Karenanya manajemen bank-bank syariah cenderung
mengadopsi produk-produk perbankan konvensional yang “disyariatkan”. Dengan
variasi produk yang terbatas. Akibatnya tidak semua keperluan masyarakat
terakomodasi dan produk yang ada tidak kompetitif terhadap semua produk bank
konvensional."
Peraturan itu menjadi penghalang bagi berkembangnya bank
syariah, karena jalur pertumbuhan jaringan kantor bank syariah yang telah ada
dibatasi. Namun itu dulu dan sekarang ekonomi Islam benar-benar dapat
dilaksanakan jika orang yang mengelolanya benar-benar dapat mengerti dan secara
jujur melaksanakan ekonomi syari'ah Islam.
Ekonomi Syariah di Indonesia
Semua orang sekarang tak asing lagi
mendengar kata Syariah disetiap bank-bank di daera sekitar mereka. Seperti yang
kita ketahui hampir seluruh penduduk di Indonesia memeluk agama Islam, oleh
karena itu perkembangan ekonomi syariah di negara ini pun megitu pesat.
Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.
Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme,
sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari
kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh
yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca
mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi
ibadah.
Perbedaan
sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi biasa, yaitu sistem ekonomi syariah
dalam memperoleh keuntungan, sistem ini menggunakan cara sistem bagi hasil
berbeda dengan sistem ekonomi liberal maupun sosial yang cenderung memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat aspek dari konsumennya.
Tujuan dari perekonomian syariah ini adalah
mensejahterakan seluruh masyarakat luas, memberikan rasa adil, tentram,
kebersamaan serta kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha.
Perkembangan sistem ekonomi syariah di indonesia sendiri
belum sebegitu pesat seperti di negara-negara lain, Secara sederhana,
perkembangan itu dikelompokkan menjadi perkembangan industri keuangan syariah
dan perkembangan ekonomi syariah non keuangan. Industri keuangan syariah
relatif dapat dilihat dan diukur perkembangannya melalui data-data keuangan
yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk
mengetahuinya.
a.
Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 21
unit usaha syariah bank konvensional, 528 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang
Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset perbankan syariah per Maret 2007
lebih dari Rp. 28 triliun dengan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai
22 Triliun. Meskipun asset perbankan syariah baru mencapai 1,63 persen dan dana
pihak ketiga yang dihimpun baru mencapai 1,64% dari total asset perbankan
nasional (per Februari 2007), namun pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan.
Diproyeksikan, pada tahun 2008, share industri perbankan syariah diharapkan
mencapai 5 persen dari total industri perbankan nasional.
b.
Di sektor pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksa dana dan obligasi
syariah juga terus meningkat. Sekarang ini terdapat 20 reksa dana syariah
dengan jumlah dana kelola 638,8 miliar rupiah. Jumlah obligasi syariah sekarang
ini mencapai 17 buah dengan nilai emisi mencapai 2,209 triliun rupiah.
c.
Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta Islamic Index
(JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis syariah terdiri dari
30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Data pada
akhir Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp325,90 triliun atau
43% dari total nilai kapitalisasi pasar di BEJ. Sementara itu, volume
perdagangan saham JII sebesar 348,9 juta lembar saham atau 39% dari total
volume perdagangan saham dan nilai perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar
atau 42% dari total nilai perdagangan saham. Peranan pemerintah yang sangat
ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan syariah di Indonesia adalah penerbitan
Undang-undang Perbankan Syariah dan Undang-undang Surat Berharga Negara Syariah
(SBSN).
d.
Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan yang
menawarkan produk asuransi dan reasuransi syariah. Namun, market share asuransi
syariah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di bidang
multifinance pun semakin berkembang dengan meningkatnya minat beberapa
perusahaan multifinance dengan pembiayaan secara syariah. Angka-angka ini
diharapkan semakin meningkat seiiring dengan meningkatnya permintaan dan
tingkat imbalan (rate of return) dari masing-masing produk keuangan syariah.
e.
Di sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro
syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, demikian juga
dengan aset dan pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan
produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance dan mungkin
micro-mutual-fund (reksa dana mikro). dilihat dari sisi non keuangan
f.
Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari bangunan ekonomi
syariah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi syariah juga
mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu
adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti
dalam hal perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya.
Perilaku bisnis dari para pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan
ekonomi syariah di Indonesia.
Walau
terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam kegiatan ekonomi ini juga
semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang semakin
meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang
berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut.
Mari
kita bersama membangun sistem ekonomi yang dapat mensejahterakan masyarakat
luas, serta menciptakan suasan yang harmonis serta bertindak adil dalam
melakukan kegiatan-kegiatan niaga agar terciptanya masyarakat yang sadar akan
sosialtiasnya